Alam Tak Pernah Salah
ARTIKEL KE 853
Jangan Menyalahkan Alam!
Masih lanjutan dari tulisan saya di awal bulan Oktober ini mengenai bencana yang terus menerus menimpa negara kita. Mengapa bencana datang? Apakah benar alam telah bosan melihat tingkah kita yang penuh salah dan dosa sebagaimana syair dari salah satu lagu Ebiet G Ade?
Indonesiaku sayang, Indonesiaku malang. Negeri yang kaya, gemah ripah loh jinawi, jumlah penduduk muslimnya paling besar di seluruh dunia tapi terus didera masalah...Kekeringan yang tak kunjung hilang, krisis yang semakin eksis, bencana yang banyak melanda, kekacauan yang tak karuan dan longsor multi dimensi datang silih berganti. Apakah bumi ini tak lagi layak untuk dihuni? Apakah alam tak lagi bersahabat? Siapakah dalang dibalik kekacauan ini? Apa solusinya?
Allah ta’ala berfirman
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Ternyata, manusialah dalang semua kerusakan ini. Bukan alam yang tidak bersahabat atau bumi yang tak layak untuk dihuni. Namun sayang, manusia justru menuding alam seraya berkata, “Bumi tidak layak untuk dihuni”.
Betul bahwa bumi tak akan layak untuk dihuni bila manusia terus bertahan dengan kepongahannya. Sebaliknya, keberkahan langit dan bumi akan Allah kembalikan tatkala manusia kembali kepada-Nya.
Tapi, itulah manusia.
Meskipun Allah sudah melarang manusia berbuat kerusakan tapi terus saja dilakukannya..sehingga rahmat Allah menjauh...rezekiNYA jadi tak tergapai...ditunda sampai manusia kembali ke jalannya...
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(Q.S. Al A'raf : 56)
Manusialah yang mengeksploitasi bumi dan merusak alam. Sadarkah kita dengan hal itu? Kitalah yang tidak bersahabat dengan alam dan kita jugalah yang tidak ramah kepada lingkungan. Kita lebih mementingkan kepuasan nafsu daripada panggilan iman dan rintihan alam. Maha benar Allah yang telah mengabarkan bahwa kerusakan ini akibat ulah tangan manusia.
Lantas, apa kesalahan fatal yang dibuat manusia sehingga bencana terus datang dan berulang? Illegal logging? Penggundulan hutan? Buang sampah sembarangan? BUKAN. Bukan itu semua. Tapi ada kesalahan yang banyak dilupakan manusia.
Apakah manusia lupa bahwa di masa nabi Nuh belum ada eksploitasi alam seperti zaman kita, tapi kenapa banjir bandang datang bertandang? Lupakah kita bahwa di masa kaum nabi Saleh dan nabi Luth belum ada penggundulan hutan dan perusakan alam seperti zaman kita, tapi kenapa gempa yang dahsyat datang mengguncang? Mungkin ada yang berkata, “Itu hanya kejadian alam. Apa masalahnya?.”
Wahai kaum muslimin, siapakah yang mengatur kegiatan di alam ini? Siapakah yang menciptakan alam semesta? Apakah semua terjadi secara alami tanpa ada yang mengatur? Ya Allah… Dimana iman dan pembenaran terhadap Al-Quran? Kemana perginya?
Sadarlah dan percayalah bahwa semua terjadi karena kesalahan yang banyak dilupakan. Apa kesalahan itu? Sikap menentang ketetapan-Nya dan melanggar aturan-Nya. Bukankah Allah telah menyebutkan
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).
Atau di ayat lain Allah membedakan manusia yang saleh dan yang membuat kerusakan..
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? ( Q.S. Sad : 28).
Allah menegur kita dengan sangat lembut dan sopan. Allah menegur kita melalui seruan azan, tangisan yatim, isakan si miskin, dan deruan angin bencana. Adakah yang mendengar?
Allah timpakan paceklik, tsunami, gempa bumi, banjir bandang dan tanah longsor agar manusia kembali kepada Allah. Allah sangat sayang kepada kita. Buktinya, Allah hanya menghendaki agar kita merasakan SEBAGIAN dari akibat perbuatan buruk yang kita lakukan. Ya, SEBAGIAN dan bukan semuanya.
Sadarlah, sadarlah dan sadarlah.
Sadarlah, sadarlah dan sadarlah.
Mujahid mengingatkan kita semua dengan ucapannya
البهائم تلعن عصاة بني آدم إذا أمسك المطر وتقول : هذا من شؤم ذنوب بني آدم
Saat hujan tak kunjung turun, hewan-hewan ternak melaknat para pendosa seraya berkata, “Semua ini akibat dosa-dosa manusia.” (Tafsir Sirajul Munir: 1/95)
Pelaku dosa menghalangi turunnya hujan. Pelaku dosa membuat murka Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Lalu, apa solusinya?
Hanya ada satu solusi untuk atasi semua bencana ini dan tidak ada duanya. Yaitu mengetuk pintu ampunan Allah dengan istigfar dan taubat. Tatkala tanda kemurkaan Allah mulai tampak, Nabi Nuh berpesan kepada umatnya
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“maka aku berkata (kepada mereka), “mohonlah ampunan dari Tuhan kalian. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya dia akan menurunkan hujan yang deras kepada kalian.” (QS. Nuh: 10-11)
Siapapun kita dan apapun profesi yang kita jalani, percayalah bahwa Allah sangat senang dengan pertaubatan kita. Wahai kaum muslimin, kembalilah ke jalan Allah dan lepaskanlah jubah kesombongan dari diri kita. Apa yang bisa kita sombongkan dihadapan-Nya? Kenapa kita lancang bermaksiat kepada-Nya?
Allah ta’ala berfirman
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), dan Dia Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)
Kita tidak punya apa-apa… Kembalilah… Bertaubatlah… Sebelum semuanya terlambat…
Wallahu alam..
Gabung dalam percakapan