Kepemilikan yang Menyengsarakan

ARTIKEL KE 821  

Sense of Belonging (Rasa Kepemilikan)

Hari Raya Idul Adha 1439H/2018M baru saja berlalu. Tulisan ini sebenarnya saya tulis saat Idul Adha kemarin tapi teronggok diantara draft file yang belum terpublish di blog ini. Tapi saya kira masih relevan untuk dibicarakan.
Anyway, rasa kepemilkan adalah penting bagi semua orang. Namaku, rumahku, isteriku, suamiku, anakku, mobilku, barang-barangku adalah milikku dan bukan milikmu, kalau kau ingin memilikinya harus izin sama aku sebagai pemilik sahnya. Kalo kamu kuizinkan ya silahkan memilikinya dan berpindahlah kepemilikan dariku ke kamu secara sah baik secara gratis maupun lewat jual beli. Kalo kamu tak kuizinkan maka kamu tak bisa mengambilnya dengan paksa atau dengan diam-diam, karena itu maling namanya..
Beginilah kira-kira konsep kepemilikan itu..



Rezekiku adalah milikku yang diberi Allah untukku karena ridha atas hasil usaha dan kerja kerasku. Tapi jika bukan rezekiku pasti akan pergi meninggalkanku dan mencari pemiliknya yang sah..
Begitu pula jika sebuah rezeki ditakdirkan menjadi milikku, meski banyak orang yang mengejarnya dan menginginkannya rezeki itu tetap jatuh dipangkuanku. Tapi jika rezeki itu bukan untukku sekeras apapun aku mengejarnya dan mengusahakannya tak mungkin kudapatkan..
Inilah konsep kepemilikan rezeki yang kita pahami.

Tapi betulkah kepemilikan itu milik kita?
Jika milik harusnya bisa kita kontrol..mobilku mau kutaro di mana itu sepenuhnya kehendakku. Rumahku mau kubeli pinggir jalan atau masuk gang itu juga kehendakku. Tapi sewaktu-waktu mobilku tertabrak dan hancur lebur serta kebakaran tiba-tiba menghanguskan rumahku sehingga kepemilikanku atas mobil dan rumah itu berakhir..
Artinya kita gak punya apa-apa.
Apa yang kita klaim sebagai milik itu takkan selamanya bersama kita. Karena ada Pemiliknya yang sah, kita cuma dipinjami alias dititipi.
Pemilik yang sangat murah hati memberi pinjaman agar kita bisa bertahan hidup dan memanfaatkan pinjaman itu untuk kemaslahatan hidup kita.
Pinjaman tanpa bunga dan bebas ribawi.
Karena statusnya pinjaman ya kita gak bisa seenaknya menggunakannya karena kita tentu tak mau saat Pemiliknya meminta kondisinya rusak berat, berarti kita tak amanah karena tak bisa menjaga titipan dengan baik.
Tubuh ini dipinjami Allah agar bisa dipakai beribadah dan amal saleh. Jika kita tak merawatnya dengan benar artinya kita berbuat zalim, merusak barang titipanNYA. Trus kalo badan ini dipakai untuk maksiat itu juga mencederai tujuan penciptaannya..

Inilah yang menjadi pangkal malapetaka di bumi. Saat manusia menjadi begitu serakah karena rasa kepemilikannya yang sangat tinggi. Semua mau diklaim sebagai miliknya, bahkan punya orang pun mau dimiliki juga. Terjadilah perang, korupsi, kolusi, gratifikasi dan tindak penyelewengan lainnya. Asal muasalnya dari keserakahan demi memuaskan rasa memiliki yang tak ada ujungnya..

Seperti halnya Nabiyullah Ibrahim.
Tak ada yang meragukan kesalehan dan keimanan beliau pada ketentuan Allah SWT. Tapi sebagai manusia normal beliau pun ingin sesuatu yang diidam-idamkan oleh setiap lelaki, memiliki seorang anak. Tapi dari pernikahan beliau dengan ibunda Sarah, harapan untuk menjadi seorang ayah hanyalah tinggal harapan. Sampai akhirnya Allah memberi buah hati lewat ibunda Hajar.
Lahirlah nabiyulah Ismail yang lucu dan menggemaskan.
Betapa bahagianya beliau dengan karunia itu.
Anakku, milikku, sumber bahagiaku...mungkin itu yang ada dalam benak beliau.

Tapi rasa senang itu tak berlangsung lama ketika Allah memeritahkan isteri yang dikasihinya dan anak kesayangannya yang masih bayi untuk ditinggalkan di sebuah gurun tandus. Tak hanya sampai di situ saja, setelah mereka survive di gurun itu dan Ismail tumbuh menjadi anak yang cerdas lagi-lagi datang perintah untuk menyembelih buah hatinya tersebut. Ayah mana yang sanggup melakukan hal tersebut. Kalo bukan karena keimanannya yang sangat mumpuni dan keyakinan bahwa apa yang diperintahkanNYA adalah yang terbaik untuknya, tentu beliau tak bisa menjalankannya.
Prasangka baik pada Allah menghiasi setiap langkah beliau termasuk saat mendapat perintah yang sulit seperti ini.


Apa yang kita pelajari dari sini?
Nabiyullah Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, Ibrahim hanya diminta Allah untuk membunuh rasa *'KEPEMILIKAN'* terhadap Ismail.
Karena hakekatnya semua adalah milik Allah...
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganugrahkan *KESALEHAN*Nabi Ibrahim dan *KEIKHLASAN* Nabi Ismail kepada kita semua, agar kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan kita...,

Wallahu alam.